Minggu, 28 Maret 2010

CATATAN G.30 S VERSI PRANOTO

CATATAN G.30 S VERSI PRANOTO

November 16, 2006 oleh newhistorian

CATATAN KRONOLOGIS SEKITAR PERISTIWA GERAKAN G.30 S/PKI

Di bawah ini adalah beberapa catatan ringkas dari saya, sekitar
kejadian dan peristiwa baik yang saya alami maupun saya ketahui
sekitar gerakan G.30S/PKI yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965.
Singkatnya secara kronologis dan numerik dapat saya tuliskan disini
sbb.:

Pertama, pada tanggal 1 oktober 1965 kurang lebih jam 06.00 pada saat
saya sedang mandi, maka datanglah Brig.Jen Dr. Amino
(Ka.Dep.Psychiatri RSGS Jakarta) yang dengan serta-merta
memberitahukan tentang diculiknya Let.Jen. A.Yani beserta beberapa
Jenderal lainnya oleh sepasukan bersenjata yang belum diketahuinya.
Sesudah mandi, maka saya segera berangkat ke MBAD dengan mengenakan
pakaian dinas lapangan.

Kedua, setibanya di MBAD dan setelah menampung beberapa berita dari
beberapa sumber, maka oleh karena pada saat itu saya kebetulan sebagai
Pati yang berpangkat tersenior, saya segera memprakarsai untuk
mengadakan rapat darurat diantara para asisten Men./pangad atau
wakilnya yang hadir pada saat itu di MBAD, yaitu para pejabat teras
SUAD dari asisten Men.Pangad sampai asisten VII Men.Pangad termasuk
Irjen P.U dan Pejabat Sekretariat.
Setelah menampung beberapa laporan dan keterangan dari sumber-sumber
yang dapat dipercaya, maka rapat menyimpulkan: Secara positif bahwa
Let. Jen. A.Yani beserta lima orang Jenderal lainnya telah diculik
oleh sepasukan penculik yang pada saat itu belum dapat dikenal secara
nyata.
Berikutnya, rapat memutuskan untuk menunjuk May.Jen Soeharto
Pang.kostrad agar bersedia mengisi pimpinan AD yang terdapat vacuum.
Melalui korier khusus, maka keputusan rapat kita sampaikan kepada
May.Jen Soeharto di MAKOSTRAD.

Ketiga, pada hari itu juga tanggal 1 Oktober 1965 k.l jam: 09.00 saya
menerima laporan dari MBAD yang mengatakan bahwa menurut siaran RRI
saya ditunjuk oleh Presiden/Panglima tertinggi untuk menjabat sebagai
carataker Men./Pangad. Oleh karena baru merupakan berita, maka saya
tetap tinggal di Pos Komando MBAD untuk menunggu perintah lebih
lanjut.

Keempat, bahwa pada hari itu juga tanggal: 1 Oktober 1965 sesudah saya
menerima berita tentang penunjukkan saya untuk menjabat sebagai
carataker Men./Pangad, maka berturut-turut datanglah utusan-utusan
dari Presiden/Panglima Tertinggi yaitu:
1. Let.Kol.Inf. Ali Ebram, Kasi I Staf Resimen Cakrabirawa yang datang
k.l jam: 09.30
2. Brig.Jen. TNI Soetardio, Jaksa Agung, bersama Brig.Jen. Soenarjo,
Ka.Reserse Pusat Kejaksaan Agung yang datang bersama pada jam: 10.00
(k.l)
3. Kolonel Bambang Wijarnako, Ajudan Presiden/Pangti yang datang
sekitar j am: 12.00.

Oleh karena saya sudah terlanjur masuk dalam hubungan komando taktis
dibawah May.Jen. Soeharto (vide titik 2 di atas), maka saya tidak
dapat secara langsung menghadap dengan tanpa seidzin May.Jen. Soeharto
sebagai pengganti Pimpinan AD saat itu.
Atas dasar panggilan dari utusan-utusan tersebut di atas, sayapun
berusaha mendapatkan idzin dari May.Jen Soeharto. Akan tetapi May.Jen
Soeharto selalu melarangnya saya untuk menghadap Presiden/Pangti
dengan alasan bahwa dia (May.Jen. Soeharto) tidak berani[/i]
mereskir[/i] (menjamin,ed) kemungkinan tambahnya Jenderal lagi apabila
dalam keadaan yang sekalut itu saya pergi menghadap Presiden. Saya
tetap menaati perintahnya untuk tinggal di MBAD.

Kelima, pada malam hari berikutnya, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1965
k.l. jam: 19.00 saya dipanggil rapat oleh Jenderal Nasution, KSAB di
Markas KOSTRAD untuk menghadiri rapat.
Kecuali Jenderal Nasution yang hadir, juga dihadiri oleh May.Jen
Soeharto, May.Jen Moersyid, May.Jen Satari dan Brig.Jen Oemar
Wirahadikusumah.

Jenderal Nasution secara resmi menjelaskan, bahwa saya mulai ini hari
ditunjuk oleh Presiden/Pangti untuk menjabat sebagai carataker
Men./Pangad, yang selanjutnya menanyakan kepada saya bagaimana
pendapat saya secara pribadi.
Saya menjawab, bahwa sampai saat itu saya sendiri belumlah menerima
pengangkatan secara resmi secara hitam di atas putih. Maka saya
berpendapat agar sementara waktu belum dikeluarkannya pengangkatan
resmi (tertulis) dari Presiden/Pangti entah nantinya kepada siapa di
antara kita, lebih baik kita menaruh perhatian kita dalam usaha
menertibkan kembali keadaan yang darurat pada saat itu yang ditangani
langsung oleh Pang.Kostrad (May.Jen Soeharto) yang juga kita
percayakan untuk sementara menggantikan pimpinan AD.
Akan tetapi mengingat pada saat itu suara dan kesan dari media massa
yang memuat berita-berita adanya usaha untuk menentang keputusan
Presiden/Pangti tentang penunjukkan saya sebagai carataker
Men./Pangad. Maka oleh Jenderal Nasution saya diminta agar pada
tanggal 2 Oktober 1965 pagi mengadakan wawancara pers yang
direncanakan di Senayan. Saya bersedia.

Keenam, tanggal 2 Oktober 1965, menjelang waktu saya akan mengadakan
wawancara pers, maka tiba-tiba May.Jen Soeharto dan saya mendapatkan
panggilan dari Presiden/Pangti yang pada saat itu sudah meninggalkan
pangkalan udara Halim Perdana Kusumah dan menempati kembali di Istana
Bogor. Oleh karena itu, maka wawancara pers saya tunda waktunya.
May.Jen Soeharto bersama saya dan Brig.Jen Soedirgo (Dan Pomad) segera
berangkat menghadap Presiden/Pangti di istana Bogor. Di istana Bogor
diadakan rapat di mana hadir pula Bpk. Leimena, Bpk. Chaerul Saleh,
Martadinata, Omardani, Cipto Yudodiharjo, Moersyid, M.Yusuf, dan
beberapa menteri lagi.
Keputusan rapat: Presiden/Pangti memutuskan, bahwa pimpinan AD
langsung dipegang oleh Pangti, sedangkan May.Jen Soeharto
diperintahkan untuk menjalani tugas operasi militer, kemudian kepada
saya ditugaskan sebagai carataker Men./Pangad dalam urusan sehari-hari
(Daily Duty).

Ketujuh, tanggal 14 Oktober 1965, setelah melalui macam-macam proses
kejadian, maka May.Jen Soeharto diangkat menjadi kepala staf AD dengan
membentuk susunan stafnya yang baru. Kedudukan saya menjadi Pati
diperbantukan kepada KASAD.

Kedelapan, tanggal 16 Februari 1966 atas perintah KASAD May.Jen
Soeharto saya ditahan di Blok P Kebayoran Baru Jakarta dengan tuduhan
terlibat dalam G.30-S/PKI, dengan surat perintah penangkapan/penahanan
No.37/2/1966, tanggal 16 Februari 1966.

Kesembilan, dengan perubahan status penahanan dari Ketua Team
Pemeriksa Pusat, tersebut dalam surat Perintahnya No.Print.
018/TP/3/1966 saya mendapatkan perobahan penahanan rumah mulai pada
tanggal 7 Maret 1966.

Kesepuluh, dengan Surat Perintah Penangkapan/Penahanan No.Print.
212/TP /1/1969, tanggal 4 Maret 1969 saya kembali ditahan di Inrehab
NIRBAYA Jakarta yang tetap dalam tuduhan yang sama.

Kesebelas, dengan Surat Keputusan Menteri HANKAM/Panglima ABRI yang
tersebut dalam Surat Keputusan No. Kep./E/645/1I/1970, tanggal 20
November 1970, yang ditanda tangani oleh Jenderal M. Panggabean, saya
mulai dikenakan skorsing dalam status saya sebagai anggota AD, yang
berikutnya pada bulan Januari 1970 saya sudah tidak menerima gaji
skorsing dan hak penerimaan lainnya lagi. Sedangkan Surat
Pemberhentian ataupun Pemecatan secara resmi dan keanggotaan AD ini
pun sampai sekarang belum/ tidak pernah saya terima.

Keduabelas, atas dasar Surat Keputusan dari Panglima KOPKAMTIB yang
tersebut dalam surat No.SKEP /04/KOPKAM/I/1981, maka dalan
pelaksanaannya oleh KA. TEPERPU tersebut dalam Surat Perintahnya No.
SPRIN,-481/1I/1981 TEPERPU, saya baru dibebaskan dari tahanan pada
tanggal16 Februari 1981.

Jadi kalau saya perhatikan tanggal, bulan dan tahun mulai dan
berakhirnya saya mengalami penahanan adalah selama waktu 15
(limabelas) tahun, tanpa kurang atau pun lebih, yaitu dari tanggal 16
Februari 1966 sampai pada tanggal 16 Februari 1981.

Ketigabelas, selama waktu saya ditahan, sepanjang waktu limabelas
tahun itu, saya merasa belum pernah mengalami pemeriksaan melalui
proses dan pembuatan berita acara yang resmi. Saya hanya menjalani
interogasi secara lisan, yang di lakukan oleh Tim Pemeriksa dari
TEPERPU pada tahun 1970. Sesudah itu saya tidak pernah diinterogasi
lagi, sampai saatnya saya dibebaskan pada 16 Februari 1981.

Keempatbelas, untuk waktu berikutnya, maka apa, di mana, dan bagaimana
yang dapat saya perbuat/lakukan sebagai seorang yang tanpa berstatus,
polos selagi telanjang tanpa hak milik materi barang sedikit pun yang
bernilai, yang memungkinkan untuk melanjutkan amal- kebaktian saya
pada Tanah Air dan Bangsa, yang pernah saya rintiskan dalam turut
serta mulai Perang Kemerdekaan 1945 yang tanpa absen itu? Segala
penjuru lapangan kerja tertutup untuk kehadiranku, justru aku
dipandang sebagai orang yang beratribut bekas tahanan G.30-S /PKI,
bahkan mungkin menurut persepsi mereka, saya ini sebagai “dedengkot”
nya G.30-S/PKI dari segala aspek.

Saya harus berani menelan pil, yang sepahit ini, dan harus pula berani
membaca kenyataan dalam hidup dan penghidupan saya yang telah menjadi
suratan dan takdir llahi kepada saya sebagai umatnya. Manusia tak
kuasa mengelak dari segala apa, yang telah dikehendakkan-Nya dan
digariskan-Nya, justru DIA -lah sebagai SANG MAHA DALANG, yang
memperagakan umatnya sebagai anak wayang di pentas pakeliran kehidupan
dunia ini.

Saya harus mengetahui diri, ditempat, di saat dan dalam keadaan apa
dan bagaimana saya ini. Saya harus dapat menguasai dan membunuh waktu,
betapapun kegiatan saya sehari hari itu saya utamakan lebih dahulu
demi kepentingan rumah tangga dan keluarga yang masih tersisa di
rumah.

Terus terang saja kalau saya merasa malas dan enggan untuk berkunjung
dan berkomunikasi dengan bekas rekan perjuangan, teman atau pun
kenalan yang dahulunya saya anggap dekat/ akrab. Justru bagi mereka,
yang tidak mengetahui ujung-pangkal dalam duduk perkara, saya tiada
setapak pun mau maju mendekat dan bertatap muka secara hati ke hati.
Kebanyakan lalu pergi menyelinap dan menghindar, yang mungkin ada
merasa takut disorot, yang akibatnya dapat merugikan diri.

Namun tidak sedikit pula, bekas rekan-rekan seperjuangan dan
teman/kenalan, yang masih mau berkunjung ke rumah saya, sungguh pun
tempat tinggal saya sekarang ini di pinggiran kota, yang sebagian
perjalanannya harus ditempuh dengan jalan kaki. Di antaranya saya
merasa terkesan dengan kunjungan Letjen(P) Soedirman anggota Dewan
Pertimbangan Agung, yang pada suatu malam buta berkenan meluangkan
kakinya, untuk mengunjungi saya di rumah Kramatjati yang sesempit itu.
Saat pertama bersua kembali dengan saya, sedikitpun saya tidak melihat
adanya perubahan wajah, sebagaimana wajah cerah amikal selagi sikapnya
yang brotherly/fatherly, sebagaimana yang mula-mula saya mengenal
beliau sebagai rekan Komandan Resimen yang tersenior. Beliau
mengutamakan rasa kemanusiaannya dari pada rasa sebagai perwira
tingginya. Beliau terkenal rajin berkunjung kepada keluarga anak buah,
yang suaminya sedang mengalami penahanan, atau pun yang ditinggal
bertugas operasi oleh suaminya. Beliau pun tidak ada rasa ragu
mengunjungi bekas bawahannya yang berada dalam tahanan. Toleransi
terhadap penderitaan teman atau pun anak buah bagi beliau tidak pernah
menutup mata dan telinga, lepas dari persoalan atau pun perkara, yang
sedang mereka pertanggung-jawabkan masing-masing.

Sikap yang layak terpuji dan dihargai oleh khalayak orang timur, kalau
orang itu dapat berteladan pada panutan sikap dan sifat, sebagaimana
yang dimiliki Letjen(P) Soedirman itu. Maka kunjungan yang semacam
itulah yang selalu dapat membasahi, ibarat embun yang menyiram hati
saya.

Jakarta, 1 April 1989

Pembuat catatan kronologis,

Ttd.
Pranoto Reksosamodra.

Sumber dari buku : Memoar Mayor Jendral Raden Pranoto Reksosamodra.
BAGIAN KE ENAMBELAS
Halaman 245 sampai dengan 255, ip
Penerbit Syarikat Indonesia. ISBN 979-96819-3-6
Sumber: http://newhistorian.wordpress.com/2006/11/16/catatan-kronologis-sekitar-peristiwa-gerakan-g30-spki/